Tuesday, June 10, 2008

RENCANA DAN BENCANA

Pandangan negatif bahwa Indonesia yang besar dan kaya ini tidak dapat makmur sejahtera atau maju, padahal telah merdeka sejak 62 tahun yang lalu, karena ketidakmampuan manajerial, terkikis jika mencermati pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (MUSRENBANGNAS) dari tanggal 6 hingga 9 Mei 2008 di Jakarta. Dari sisi jalannya acara, dapat terlihat betapa siapnya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai penyelenggara mengatur lokasi, waktu, bahan-bahan maupun teknis dan administrasi per kegiatan. Sedangkan dari sisi substansi, dirasakan semua pihak bahwa Musrenbangnas kali ini telah sejalan dengan hasil-hasil Musrenbang Provinsi. Artinya tidak terjadi kesia-siaan dengan perencanaan dan kegiatan di daerah, serta Musrenbangnas ini menghasilkan kesepakatan pusat-daerah sehingga langkah selanjutnya adalah implementasi perencanaan-perencanaan tersebut.

Musrenbangnas merupakan salah satu tahap yang harus dilalui dalam proses penyusunan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), jangka menengah (RPJM), dan tahunan (RKP). RKP memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro dan pendanaan, indikasi program Kementerian/Lembaga (K/L), program lintas K/L dan program lintas wilayah. Selanjutnya K/L menyusun Rencana Kerja (Renja) K/L sebagai bahan penyempurnaan Rancangan Awal RKP. Untuk menyempurnakan Rancangan Akhir RKP diselenggarakanlah Musrenbangnas. Fokus kegiatannya ialah persandingan Renja-K/L dengan Usulan Pendanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam mengupayakan pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional.

Sistem Perencanaan Nasional tercermin dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang diamanatkan Inpres nomor 7 tahun 1999. Sasaran SAKIP ialah menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya. Perencanaan terbagi ke dalam 2 (dua) struktur, yaitu perencanaan kinerja dan perencanaan anggaran. Perencanaan kinerja dimulai setelah RPJM ditetapkan, K/L membuat Rencana Strategik (Renstra) 5 (lima) tahun, yaitu suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dalam jangka menengah dengan memperhatikan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Kemudian setiap tahun K/L membuat Rencana Kinerja Tahunan (RKT), yaitu suatu proses penyusunan kegiatan dan indikator kinerja yang disusun berdasarkan sasaran, kebijakan dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategik. Sebagai penutup disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), yaitu pelaporan kinerja yang menyampaikan hasil pengukuran pencapaian kinerja dan pencapaian sasaran instansi pemerintah, yang dikaitkan dengan Rencana Kinerja Tahunan dan Rencana Strategik yang telah ditetapkan. Setiap unit kerja harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan/atau kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya.

Perencanaan anggaran berawal dari K/L membuat Rencana Kerja (Renja-K/L) yang akan menjadi pertimbangan turunnya Pagu indikatif. Setelah dilakukan sinkronisasi Renja, Pagu sementara turun melalui Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Keuangan dan Bappenas. Lalu dibuatlah Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang menjadi dasar keluarnya Pagu definitif dan menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian/Lembaga.

Monitoring pun dilengkapi dengan PP nomor 39 tahun 2006 tentang tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan. Monitoring dan Evaluasi (MONEV) dilaksanakan dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan pembangunan secara efisien dan efektif, perubahan sikap para pelaksana pembangunan untuk meningkatkan kemampuannya dalam melakukan monitoring dan evaluasi merupakan hal yang mutlak diperlukan. Monitoring kinerja juga dilakukan dalam 2 semester, dimana didalamnya terdapat komponen Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS). Kementerian PAN pun sedang menunggu pengesahan Presiden untuk melengkapi dokumen SAKIP dengan Penetapan Kinerja (PK) yang merupakan kontrak kerja antara pejabat eselon II kepada eselon I, dan eselon I kepada Menteri.

Mencermati berbagai perangkat perencanaan yang telah dirancang di Republik ini, optimisme pasti akan mencuat. Sejak proses awal hingga akhir perencanaan telah memiliki sistem maupun dokumentasi pelaksanaan dan monitoring yang lengkap dan jelas. Mekanisme monitoring pun komplit, baik monitoring pelaksanaan secara substantif maupun monitoring anggaran. Bagian terakhir setelah perencanaan dan monitoring adalah pengawasan terhadap pelanggaran. Secara internal, oleh inspektorat jenderal masing-masing, eksternal dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun komisi yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengawasan yang sangat ketat ini dapat menekan bahkan diharapkan menghilangkan penyelewengan terhadap keuangan negara maupun pelanggaran lainnya.

Jika semua telah direncanakan dan berjalan dengan baik, output yang jelas seharusnya merupakan keberhasilan. Pada satu sisi dapat dilihat secara ekstreem bahwa kemacetan dan sering terjadinya pemadaman listrik merupakan dampak langsung pembangunan yang meningkatkan kemampuan rakyat. Taraf hidup rakyat meningkat sehingga konsumsi pun melonjak.

Isu selanjutnya ialah pemerataan, dalam hal ini pun Indonesia tengah berbenah dengan sistem otonomi daerah dan sistem anggaran yang tidak lagi berat di pusat. APBN 1 di tingkat propinsi dan APBN 2 pada kabupaten/kota mendapat porsi besar dalam belanja pembangunan. Pemekaran daerah yang sesuai dengan konstitusi dan proporsional pun meningkatkan roda ekonomi dan kesejahteraan daerah-daerah tersebut. Secara umu segala hal yang dapat diantisipasi dari segi perencanaan telah terdapat solusinya. Republik Indonesia telah mengalami banyak kemajuan setelah reformasi 1998. Tingginya harga minya mentah serta krisis pangan dunia berpotensi memicu krisis besar kembali seperti 10 tahun yang lalu. Namun pembenahan yang telah dilakukan serta perencanaan yang semakin sempurna dapat menghindarkan Indonesia dari bencana serupa. Fakta memperlihatkan dalam 2 tahun terakhir harga minyak mentah dunia naik 100%, namun sistem ekonomi dan keuangan negara masih mampu mengantisipasinya. Opsi yang tidak populer yaitu menaikkan harga BBM pun (dan telah dilakukan 2 kali semasa pemerintahan SBY-JK) ternyata menguji kedewasaan berpolitik bangsa yang telah membaik. Rakyat sudah dapat menilai dengan lebih jelas dengan adanya kebebasan pers, semua bebas mengemukakan pendapat, tetapi kebebasan ini secara nyata mencerminkan transparansi. Kebijakan pemerintah tidak lagi top-down secara otoriter, walaupun garis-garis utama prioritas pembangunan tetap dari pusat, namun masukan serta kebutuhan daerah menjadi insi utama dari pembangunan. Ketika anggaran negara menjadi terlalu besar untuk subsidi (Rp. 250 Trilyun dari total Rp. 900 Trilyun sementara Rp. 100 Trilyun untuk membayar pokok hutang dan bunga) belanja pembangunan menjadi minim dan roda perekonomian akan berjalan terlalu pelan jika tidak terhenti. Inilah yang menjadi pertimbangan rakyat ditengah upaya optimal pemerintah (termasuk pemotongan 15% anggaran Kementerian/Lembaga) walaupun belum dapat dikatakan maksimal.

Bencana dapat datang kapan dan dimana saja, tanpa antisipasi perencanaan, malapetaka yang muncul. Namun dengan perencanaan yang baik, dampak dari bencana tersebut dapat diminimalisasi bahkan dihindarkan. Republik ini telah memiliki segala instrument perencanaan yang jika semua bekerja dan bekerjasama dengan baik, maka cita-cita nasional masyarakat adil, makmur sejahtera hanya tinggal menunggu waktu untuk diwujudkan. Semoga.

No comments: